Konsep Community Policing atau perpolisian masyarakat telah lama menjadi filosofi utama Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam menjaga keamanan. Namun, di era digital, pendekatan ini mengalami transformasi signifikan menjadi Community Policing 2.0, yang mengandalkan platform teknologi untuk menjangkau warga secara lebih luas dan efisien. Inti dari perubahan ini adalah Pembinaan Masyarakat yang dilakukan secara virtual, memungkinkan interaksi dua arah yang cepat, pelaporan insiden yang mudah, dan penyebaran informasi preventif secara instan. Pembinaan Masyarakat yang didukung oleh teknologi bukan hanya mempercepat layanan, tetapi juga membangun kemitraan yang lebih transparan dan responsif antara polisi dan publik.
Memanfaatkan Teknologi Digital dalam Pembinaan Masyarakat terwujud dalam berbagai bentuk. Salah satu yang paling efektif adalah aplikasi pelaporan publik terpadu, yang memungkinkan warga melaporkan gangguan keamanan, seperti vandalisme atau penemuan benda mencurigakan, langsung dari smartphone mereka. Aplikasi ini seringkali terintegrasi dengan sistem Command Center Polri, yang secara otomatis mengidentifikasi lokasi pelapor melalui GPS. Misalnya, di Polresta Bogor, implementasi aplikasi “Polisi Sahabat Rakyat” sejak awal tahun 2026 telah mencatat peningkatan laporan non-darurat yang akurat hingga 45%, menunjukkan tingginya partisipasi publik ketika proses pelaporan dipermudah. Kemudahan ini menjadi Alternatif Penilaian atas kinerja pelayanan publik.
Selain pelaporan, Pembinaan Masyarakat di dunia maya juga berfokus pada edukasi dan pencegahan. Unit Patroli Daring dan public relations kepolisian secara rutin Menanamkan Etika digital, memberikan peringatan tentang modus penipuan online terbaru, atau mengklarifikasi hoax yang berpotensi memicu keresahan sosial. Ini adalah contoh nyata Strategi Adaptasi Polri dalam menghadapi ancaman siber. Komunikasi yang dilakukan bukan lagi bersifat satu arah melalui siaran pers, melainkan melalui sesi tanya jawab langsung (live streaming) di media sosial, di mana masyarakat dapat berinteraksi dan mengajukan pertanyaan.
Tantangan utama dalam Community Policing 2.0 adalah memastikan inklusivitas digital, yaitu menjamin bahwa warga dari segala usia dan latar belakang teknologi dapat mengakses layanan ini. Oleh karena itu, Bhabinkamtibmas (Bintara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) di tingkat desa masih memiliki peran vital untuk menjembatani kesenjangan ini. Mereka bertugas melakukan Pembinaan Masyarakat secara tatap muka, mengajarkan warga senior atau mereka yang tidak memiliki smartphone cara menggunakan fasilitas pelaporan darurat. Dengan mengombinasikan kehadiran fisik yang humanis dengan kecepatan teknologi, Community Policing 2.0 memastikan bahwa tugas lapangan kepolisian Indonesia tetap relevan dan efektif dalam menjaga stabilitas di era digital.