Nenek Tewas Dirampok – Warga Cabangbungin, Kabupaten Bekasi, digegerkan dengan aksi perampokan brutal yang merenggut nyawa seorang nenek berusia 71 tahun bernama Bimih. Fakta yang lebih memilukan, dalang di balik kejahatan ini adalah seorang residivis yang baru saja menghirup udara bebas. Terungkapnya informasi ini menambah duka dan kemarahan masyarakat atas tindakan pelaku yang tidak hanya merampok, tetapi juga menghilangkan nyawa seorang lansia tak berdaya.
Perampokan Brutal di Warung Kelontong:
Peristiwa tragis Nenek Tewas Dirampok terjadi pada Senin dini hari, 10 Februari 2025, di kediaman korban yang sekaligus menjadi warung kelontong. Lima orang pelaku nekat menyatroni rumah Nenek Bimih yang tinggal seorang diri. Modus operandi mereka adalah berpura-pura sebagai pembeli sebelum akhirnya melancarkan aksi perampokan. Nenek Bimih sempat memergoki upaya pelaku mematikan CCTV, namun sayangnya, ia justru menjadi korban kekerasan hingga akhirnya tewas akibat dicekik.
Residivis Narkoba dan Curanmor Jadi Otak Perampokan:
Setelah penyelidikan cepat, pihak kepolisian Polda Metro Jaya berhasil menangkap seluruh pelaku. Ironisnya, otak dari perampokan sadis ini adalah seorang pria berinisial DA (27), yang ternyata merupakan residivis kasus narkoba dan pencurian kendaraan bermotor (curanmor). DA baru saja bebas dari penjara sekitar tiga bulan sebelum kembali melakukan tindak kriminal yang merenggut nyawa Nenek Bimih.
Peran Masing-masing Anggota Komplotan:
Selain DA sebagai perencana dan penunjuk lokasi, anggota komplotan lainnya juga memiliki peran spesifik. MR (25) dan AG (30) bertindak sebagai eksekutor yang melakukan pengikatan dan mencekik korban hingga meninggal dunia. Sementara NM (31) dan R (20) bertugas mengantar dan menjemput para pelaku. Hasil perampokan yang berhasil mereka bawa kabur adalah uang tunai sebesar Rp 11,7 juta dan sebuah telepon genggam milik korban.
Kecaman Masyarakat dan Harapan Keadilan:
Kasus perampokan yang menyebabkan kematian Nenek Bimih ini sontak menuai kecaman keras dari masyarakat Bekasi dan sekitarnya. Terlebih lagi, terungkapnya fakta bahwa otak pelaku adalah seorang residivis menimbulkan kemarahan yang lebih besar. Masyarakat berharap agar para pelaku, terutama residivis yang seharusnya telah mendapatkan pembinaan, mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan keji mereka.